Jumat, 06 Oktober 2017

ORGANISASI BURUH - HUBUNGAN PERBURUHAN DAN INDUSTRIAL





ORAGANISASI BURUH













 











Disusun Oleh :
Nama :
Kelas :

2017


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah  yang membahas Organisasi Buruh
.Makalah ini membahas masalah Organisasi Buruh. Dengan membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami dan mengerti Apa yang di bahas dalam makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu Penulis sangat mengharapkan masukan dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Demikianlah makalah ini Penulis buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

Bengkulu ,  Oktober 2017

Penulis










DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................. 3
A. Gerakan Buruh.............................................................................................................................. 3
B. Serikat Buruh................................................................................................................................ 4
C. Kesejahteraan Buruh..................................................................................................................... 8
D. hubungan buruh dan pengusaha................................................................................................... 9
E. Peran Pemerintah........................................................................................................................... 9
F. Nama-Nama Organisasi Buruh Di Indonesia ............................................................................... 10
G. Organisasi Buruh Internasional..................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................... 20
A. Kesimpulan................................................................................................................................... 20
B. Saran............................................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Globalisasi telah menyebabkan gerakan buruh terus melemah karena investor dengan mudah mengalihkan lokasi produksi ke negara lain, kata Kepala Penasihat Teknis Proyek International Labour Organization (ILO) Better Work Indonesia Simon Field.
Daya saing global di antara negara-negara yang menyediakan tenaga kerja dapat menuju pada penekanan upah yang lebih rendah. Hal tersebut membuat kondisi kerja menjadi tidak layak. Demikian disampaikan Simon Field dalam seminar "Peluang dan Tantangan Gerakan Buruh Indonesia Pascareformasi" di Gedung LIPI Jakarta, Selasa. "Banyak pekerjaan baru dalam bidang manufaktur dan jasa yang tidak layak, tidak aman, tidak terjamin, tidak ada kontribusi sosial, upah rendah, tidak ada serikat, dan kondisi kerja yang buruk," kata Field.
Selain itu, kebebasan berserikat dan hak berunding bersama ditantang dan ditekan dengan adanya zona perdagangan bebas dan aturan outsourcing. Tingkat organisasional buruh akibatnya menjadi rendah dan diperparah dengan kapasitas dan sumber dana yang juga rendah.

B.           Rumusan Masalah
1.            Menjelaskan apa yang dimaksud gerakan buruh ?
2.            Menguraikan pengertian serikat buruh  ?
3.            Menjelaskan Fungsi serikat buruh ?
4.            Apa fungsi serikat buruh ?
5.            Apa perbedaan antara serikat pekerja, federasi, dan konfederasi serikat pekerja ?
6.            Bagaimana cara membuat serikat pekerja di tingkat perusahaan anda ?
7.            Bagaimana cara menjadi anggota serikat buruh/serikat pekerja ?
8.            Apa keuntungan menjadi anggota serikat buruh/serikat pekerja ?
9.            Apakah seorang pekerja dapat menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja ?
10.        Apakah anggota dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja ?
11.        Bagaimana prosedur pemberitahuan dan pencatatan Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang baru terbentuk ?

C.          Tujuan Pembahasan
1.            Memahami apa yang dimaksud gerakan buruh.
2.            Mengetahui pengertian serikat buruh.
3.            Memahami fungsi serikat buruh.
4.            Mengatahui cara membuat serikat pekerja di tingkat perusahaan.
5.            Memahami cara menjadi anggota serikat buruh.
6.            Mengatahui bagaiamana seorang pekerja dapat menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja.
7.            Memahami bagaimana anggota dapat mengundurkan diri dari serikat buruh.
8.            Memahami prosedur pemberitahuan dan pencatatan serikat buruh yang baru.














BAB II
PEMBAHASAN

A.          Gerakan Buruh
Gerakan buruh merupakan istilah yang digunakan secara luas untuk menjelaskan dinamika organisasi kolektif para pekerja atau buruh dalam rangka menuntut perbaikan nasib mereka kepada majikan (pengusaha) dan kebijakan-kebijakan perburuhan yang pro-buruh dan adil.
Secara sederhana, gerakan-gerakan buruh dapat dikelompokkan ke dalam kategorisasi sebagai berikut :
1.            Gerakan buruh yang berorientasi untuk menyejahterakan para anggotanya sehingga para anggotanya mendapatkan keuntungan, seperti jaminan sosial, jaminan kesehatan, dan uang pensiun. Salah satu serikat buruh tertua yang tercatat dalam sejarah, Friendly Societies, didirikan untuk mewujudkan tujuan tersebut.
2.            Gerakan buruh yang bertujuan untuk melakukan tawar-menawar secara kolektif (bargaining collective) sehingga mereka dapat bernegosiasi dengan para pengusaha mengenai upah dan kondisi kerja yang manusiawi.
3.            Gerakan buruh yang berorientasi untuk melakukan perlawanan tindakan industri, seperti pemogokan.
4.            Gerakan buruh yang berorientasi kepada aktivitas politik. Di antara tujuan gerakan ini berupaya untuk mewujudkan legislasi yang adil buat para buruh. Gerakan ini biasanya berwujud partai politik, seperti halnya Partai Buruh di Inggris yang berawal dari gerakan buruh.
Keadaan Indonesia hari ini yang neo-kolonialisme dan sisa-sia feodalisme, sudah Sangat konkrit bahwa semua aspek kehidupan negara baik ekonomi, politik dan kebudayaan Indonesia didominasi oleh kaum Imperialisme yang didukung oleh kakitangannya didalam negeri yaitu penguasa komprador [pemerintah], kapitalis birokrat serta tuan tanah-tuan tanah besar. Yang dampaknya adalah rakyat dijadikan tumbal keserakahannya, termasuk didalamnya adalah kaum buruh yang dijadikan semata-mata alat/mesin pencipta keuntungan/kekayaan semata bagi mereka. Nasibnya terus tertindas dan dihisap sehingga ketergantungan pada kaum pemodal/kapitalis. Dari situasi itu pergerakan buruh mempunyai peranan yang sangat penting kedudukannya dalam kaum buruh untuk mendapatkan hak-haknya, serta terbebas dari penindasan dan penghisapan.
Pergerakan buruh mencakup semua aksi perjuangan kaum buruh dalam menghentikan tekanan kapitalis dan eksploitasi. Pergerakan ini bertujuan untuk membuang dan menghancurkan sistem sosial lama yang menindas dan menghisap, dimana dibangun sistem sosial baru yang kelas pekerja menjadi pemilik alat-alat produksi dan mengarahkan ekonomi, politik dan budaya nasional ke arah yang lebih baik. Untuk menyadari tujuan dari pergerakan buruh, serikat buruh asli harus diperkuat oleh para anggotanya [para buruh] para buruh harus bergerak menuntut perbaikan dibidang ekonomi dan politik bersama-sama dengan kelas dan sektor rakyat lainnya dalam masyarakat—dimana selanjutnya harus melancarkan aksi politik.
Semua langkah tersebut akan menghasilkan garis yang kuat dalam melawan monopoli imperialisme, dan para pengikut lokalnya yaitu kapitalis birokrat, penguasa komprador dan tuan tanah besar. Klas pekerja harus bersatu dan memimpin kelas-kelas tertekan, tertindas dan terhisap lainnya di Indonesia ini, seperti kaum tani, pelajar/mahasiswa dan profesional, kaum miskin kota dan kapitalis nasionalis dalam satu kesatuan dan kemerdekaan nasional dan demokrasi yang sejati [demokrasi rakyat]. Kemerdekaan nasional dan demokrasi sejati berarti kemerdekaan negara yang terbebas dari pengaruh dan dominasi imperialisme – kapitalisme dan kakitangannya, kebebasan kaum petani dari eksploitasi kaum feodal, hak-hak demokrasi bagi seluruh penduduk dan membangun pemerintahan adil makmur yang benar-benar memprentasikan pekerja dan rakyat. Usaha dan perjuangan kaum buruh akan mengarah pada pembangunan tatanan sosial yang baru dibawah kepemimpinan klas pekerja dimana alat-alat produksi dan hasil kerja pekerja dapat dimiliki secara sosial.

B.           Serikat Buruh
1.      Pengertian Serikat buruh/serikat pekerja
Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Tenaga Kerja tahun 2003 no 17, serikat buruh/serikat pekerja merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
2.      Fungsi serikat buruh/serikat pekerja
Sesuai dengan pasal 102 UU Tenaga Kerja tahun 2003, dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
3.      Cara membuat serikat pekerja di tingkat perusahaan
Sesuai pasal 5 UU No. 21 Tahun 2000, sebuah serikat buruh/serikat pekerja dapat dibentuk oleh minimal 10 orang karyawan di suatu perusahaan. Dalam undang-undang yang sama disebutkan bahwa pembentukan serikat pekerja ini tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari perusahaan, pemerintah, partai politik, atau pihak manapun juga. Serikat pekerja juga harus memiliki anggaran dasar yang meliputi :
·         nama dan lambing
·         dasar negara, asas, dan tujuan
·         tanggal pendirian
·         tempat kedudukan
·         keanggotaan dan kepengurusan
·         sumber dan pertanggungjawaban keuangan
·         ketentuan perubahan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga

4.      Cara menjadi anggota serikat buruh/serikat pekerja
Caranya simple sebetulnya. Pada dasarnya sebuah serikat buruh/serikat pekerja harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin. Jadi sebagai seorang karyawan di suatu perusahaan, anda hanya tinggal menghubungi pengurus serikat buruh/serikat pekerja di kantor anda, biasanya akan diminta untuk mengisi formulir keanggotaan untuk data. Ada pula sebagian serikat pekerja yang memungut iuran bulanan kepada anggotanya yang relatif sangat kecil berkisar Rp. 1,000  - Rp. 5,000, gunanya untuk pelaksanaan-pelaksanaan program penyejahteraan karyawan anggotanya. Tidak mahal kan? Tidak akan rugi ketika kita tahu apa saja keuntungan yang didapat.

5.      Keuntungan menjadi anggota serikat buruh/serikat pekerj
Banyak sekali keuntungan menjadi anggota serikat pekerja, terlebih jika serikat pekerja perusahaan anda sudah berafiliasi ke federasi serikat pekerja dan konfederasi serikat pekerja.
Sebagai contoh, anggota serikat pekerja akan mendapatkan program-program training peningkatan kemampuan kerja dan diri seperti training negotiation skill, training pembuatan perjanjian kerja bersama, dll. Selain itu, anggota serikat pekerja juga akan mendapat bantuan hukum saat tertimpa masalah dengan perusahaan yang berkaitan dengan hukum dan pemenuhan hak-hak sebagai karyawan.

6.      Seorang pekerja dapat menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja
Dalam pasal 14, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja tertera bahwa seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan.
Apabila seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan namanya tercatat di lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

7.      Anggota dapat mengundurkan diri atau diberhentikan dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja.
Jawabannya adalah Ya, pekerja dapat berhenti sebagai anggota Serikat Buruh/Serikat Pekerja dengan syarat ada pernyataan tertulis.
Pekerja juga dapat diberhentikan dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang bersangkutan.
Pekerja, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang berhenti atau diberhentikan tetap harus bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dipenuhinya terhadap Serikat Buruh/Serikat Pekerja (pasal 17 UU No. 21 tahun 2000).

8.      Bentuk prosedur pemberitahuan dan pencatatan Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang baru terbentuk?
UU No. 21 tahun 2000 mengenai Serikat Buruh/Serikat Pekerja mengatur tentang tata cara pemberitahuan dan pencatatan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam pasal 18-24.
·         Serikat Buruh/Serikat Pekerja, federasi dan konfederasi yang telah dibentuk harus memberitahukan keberadaannya kepada instansi pemerintah setempat yang menangani urusan perburuhan.
·         Dalam surat pemberitahuan, harus dilampirkan daftar nama anggota, pendiri dan pengurusnya serta salinan peraturan organisasi
·         Badan pemerintah setempat harus mencatat serikat yang telah memenuhi persyaratan dan memberikan nomor pendaftaran kepadanya dalam kurun waktu 21 hari kerja setelah tanggal pemberitahuan. (Apabila sebuah serikat belum memenuhi persyaratan yang diminta, maka alasan penundaan pendaftaran dan pemberian nomor pendaftaran kepadanya harus diserahkan oleh badan pemerintah setempat dalam tenggang waktu 14 hari setelah tanggal penerimaan surat pemberitahuan)
·         Serikat harus memberitahukan instansi pemerintah diatas bila terjadi perubahan dalam peraturan organisasinya. Instansi pemerintah tersebut nantinya harus menjamin bahwa buku pendaftaran serikat terbuka untuk diperiksa dan dapat diakses masyarakat luas.
·         Serikat Yang telah memiliki nomor pendaftaran wajib menyerahkan pemberitahuan tertulis tentang keberadaan mereka kepada pengusaha /perusahaan yang terkait
Selengkapnya mengenai prosedur pendaftaran Serikat Buruh/Serikat Pekerja diatur oleh Keputusan Menteri No.16/MEN/2001 tentang Prosedur Pendaftaran Resmi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

9.      Hak Serikat Buruh/Serikat Pekerja
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
·         Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.
·         Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial.
·         Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan.
·         Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh.
·         Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.

C.          Kesejahteraan Buruh
Meskipun buruh mempunyai posisi yang strategis dalam perpolitikan bangsa, namun seringkali suara buruh tidak didengar oleh para birokrat. Seringkali buruh hanya menjadi kebutuhan sementara bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dan meninggalkanya ketika mereka sudah masuk pada lingkaran kekuasaan. Sangat ironis sekali melihat realita yang terjadi antara buruh dan birokrasi. Padahal kalau kita melihat bahwa kalangan industri sangat diuntungkan upah buruh Indonesia yang bisa dibilang sangat murah sekali dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainya. Dengan upah buruh yang relative rendah tersebut dan produktivitas buruh yang sedemikian tinggi, buruh mampu memberikan keuntungan yang besar bagi kalangan dunia usaha atau pengusaha. Hal ini bisa dilihat dari nilai tambah rata-rata setiap pekerja per tahun pada industri pangan sebesar 9,3 juta, indusri sandang 6,9 juta dan industri barang capital 16,7 juta atau sebanyak 10,5 juta untuk semua industri. Itu terjadi pada tahun 1997. Angka ini menunjukkan bahwa industri memungkinkan untuk memperbaiki upah buruh bahkan memberi upah yang tinggi . Disamping itu terdapat ketimpangan yang sangat mencolok antara upah yang diterima pekerja dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha melalui peningkatan produktifitas buruh . Namun kenyataan berbicara lain, tuntutan normative buruh yang menginginkan perbaiakan kesejahteraan dengan cara peningkatan upah seringkali tidak mendapat respon yang memadai dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya melindungi hak-hak buruh dengan aturan-aturan yang dibuatnya, seringkali atau bahkan tidak memainkan peranannya untuk membela hak-hak buruh. Justru yang terjadi sebaliknya, pemerintah malah menurunkan standart upah minimum buruh dibawah standart yang layak. Setali tiga uang dengan pemerintah, pengusaha sebagai golongan yang mengeksploitasi tenaga buruh juga tidak menampakkan taringnya. Padahal dengan naiknya upah buruh juga akan menyebabkan naiknya daya beli masyarakat secara umum. Uang dari buruh akhirnya kembali ke tangan para pengusaha melalui berbagai transaksi yang dilakukan oleh buruh dan keluarganya yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang positif pada pertumbuhan ekonomi.

D.          Hubungan Buruh Dan Pengusaha
Buruh dan pengusaha idealnya adalah saling menguntungakan antara satu dengan yang lainnya. Disisi buruh, semestinya sudah mendapatkan apa seharusnya menjadi hak-haknya. Tidak hanya upah yang memberi kesejahtetaan terhadap kehidupan buruh itu sendiri. Namun juga hal-hal lain yang sekiranya dapat menunjang kesejahteraan buruh tersebut. Diantaranya jaminan social tenaga kerja (Jamsostek), mekanisme pemutusan hubungan kerja sampai pada pembayaran uang pesangon ketika buruh sudah memasuki purna kerja. Karena yang terjadi selama ini buruh seringkali hanya mendapat upah pekerjaanya tanpa mengerti yang menjadi hak-haknya. Kemudian yang terjadi, misalnya ketika buruh mengalami kecelakaan kerja, buruh tidak mengetahui bahwa dia mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan social tenaga kerja. Atau ketika buruh di PHK tanpa tahu penyebabnya, bahwa didalam pemutusan hubungan kerja dalam dunia usaha, terdapat mekanisme yang harus dipatuhi oleh golongan pengusaha, salah satunya dengan memberi uang pesangon. Disamping hak, buruh juga harus paham dengan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu menjalankan fungsi buruh sebagai pelaku.

E.           Peran Pemerintah
Peran pemerintah sangat vital sekali dalam terciptanya iklim yang kondusif bagi perekonmian bangsa. Pemerintah sebagai pembuat regulator semestinya mengetahui apa-apa yang dibutuhkan oleh pelaku dunia usaha yang diantaranya adalah buruh dan pengusaha tanpa membedakan status mereka dalam struktur masyarakat. Pemerintah harus bersikap arif dan fair dalam membuat regulator yang nantinya tidak mengntungkan atau merugikan salah satu pihak. Didalam masalah perburuhan nasional, pemerintah harus mengedepankan nilai-nilai social termasuk juga membuat regulator yang menjamin kesejahteraan buruh oleh perusahaan. Kesejahteraan buruh sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah, karena apabila kita lihat bahwa tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai buruh pada dunia industri. Kita misalkan, apabila kesejahteraan buruh tidak mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah dan para buruh tetap hidup dalam garis kemiskinan, maka akan tercipta masalah social baru didalam masyarakat. Seperti kita lihat pada kasus diatas, terlihat bahwa peran pemerintah sangat minim sekali didalam upayanya meningkatkan kesejahteraaan buruh. Pemerintah cenderung untuk membela kaum pengusaha dengan asumsi bahwa semakin rendah upah yang dibayarkan kepada buruh, maka semakin hidup dunia industri. Sudah saatnyalah pemerintah memainkan peranannya untuk lebih bersikap balance tanpa merugikan kaum buruh dan juga kaum dunia usaha. Buruh sudah semestinya diberi ruang untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Salah satunya dengan regulator yang dibuat pemerintah. Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo) Moh Jumhur Hidayat menyebutkan, tingkat kesejahteraan setiap buruh saat ini baru seperenam dari rata-rata pendapatan per kapita nasional yang mencapai 3.000 dolar AS per tahun. "Rata-rata setiap buruh baru 500 dolar per tahun, padahal mereka mesti menghidupi keluarganya," kata Jumhur di Bandung, Minggu (4/3/2012), di sela Kongres III Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia) bertema "Buruh Bersatu: Menolak Penyalahgunaan Outsourcing" 3-4 Maret 2012. Untuk itu, katanya, ia meminta pemerintah menurunkan suku bunga kredit yang saat ini masih belasan persen, sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Selain itu, pemerintah juga dimita memperbaiki infrastruktur perekonomian, serta menolak mekanisme tenaga alih daya (outsourcing). "Banyak unsur yang harus dikikis agar pendapatan buruh meningkat," kata Jumhur yang juga Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)

F.           Nama-Nama Organisasi Buruh Di Indonesia
1.             Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI)
2.             Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (SPSI Reformasi)
3.             Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
4.             Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI)
5.             Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi)
6.             Persaudaraan Pekerja Muslimin Indonesia (PPMI)
7.             Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan Perbankan Indonesia (FOKUBA)
8.             Kesatuan Buruh Merhaen (KBM)
9.             Kesatuan Pekerja Nasional Indonesia (KPNI)
10.         Kesatuan Buruh Kebangsaan Indonesia (KBKI)
11.         Asosiasi Karyawan Pendidikan Swasta (Asokadikta)
12.         Gabungan Serikat Buruh Industri Indonesia (Gasbiindo)
13.         Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK-Indonesia)
14.         Serikat Pekerja Keadilan (SPK)
15.         Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI)
16.         Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI)
17.         Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)
18.         Federasi Serikat Pekerja BUMN
19.         Serikat Buruh Merdeka Setiakawan
20.         Serikat Pekerja Nasional Indonesia
21.         Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SP.TSK)
22.         Gabungan Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (GOSBI)
23.         Asosiasi Karyawan Pendidikan Nasional (ASOKADIKNA)
24.         Federasi SP Penegak Keadilan Kesejahteraan dan Persatuan (SPKP)
25.         Federasi SP Rakyat Indonesia (SPRI)
26.         Federasi Kimia Energi Pertambangan (KEP)
27.         Solidaritas Buruh Maritim dan Nelayan Indonesia (SBMNI)
28.         Federasi SP Indonesia (SPI)
29.         Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI)
30.         Federasi Gabungan Serikat Pekerja Mandiri (GSBM)
31.         Federasi Perserikatan Buruh Independen (FBI)
32.         Federasi Serikat Buruh Perjuangan (FSBP)
33.         Federasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
34.         Federasi Gabungan Serikat Pekerja PT Rajawali Nusantara Indonesia (GSPRNI)
35.         Federasi Farkes Reformasi
36.         Federasi SPM (hotel, restoran, plaza, apartemen, katering dan pariwisata) Indonesia
37.         Gaspermindo Baru
38.         Gabungan Serikat Buruh Indonesia 2000 (DPP GSBI 2000)
39.         Federasi SP Kahutindo
40.         Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (SP PAR)
41.         Federasi Serikat Pekerja Percetakan, Penerbitan dan Media Informasi
42.         Federasi SP Pertanian dan Perkebunan
43.         Federasi Serikat Pekerja Bangunan dan Pekerjaan Umum (SP BPU)
44.         Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi
45.         Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan
46.         Federasi Serikat Pekerja Angkutan Darat, Danau, Feri, Sungai dan Telekomunikasi Indonesia (SP ADFES)
47.         Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (DPP FSP LEM)
48.         Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman
49.         Federasi Serikat Pekerja Kependidikan Seluruh Indonesia (DPP F. SPKSI)
50.         Federasi Serikat Pekerja TSK SPSI
51.         Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan (F.SP KAHUT)
52.         Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (F.SP TI)
53.         Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (F.SP.KEP)
54.         Federasi Serikat Pekerja Kewartawanan Indonesia (F.SP.PEWARTA)
55.         Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (F.SP.MI)
56.         Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI)
57.         Federasi Serikat Pekerja Tenagakerja di Luar Negeri (F.SP.TKI LN)
58.         Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU)
59.         Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN)
60.         Gerakan Buruh Marhaenis
61.         Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSPISI)
62.         Serikat Pekerja Islam (SERPI)
63.         Federasi Buruh Indonesia (FBI)
64.         Kesatuan Buruh Nasional Indonesia (KBNI)
65.         SB Transportasi Perjuangan Indonesia
66.         Persatuan Pekerja Informal Seluruh Indonesia
67.         Kongres Buruh Islam (KOSBI)
68.         SP Sektor Informal Mandiri Seluruh Indonesia (SP-SIMSI)
69.         Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi
70.         Serikat Pekerja Percetakan, Penerbit dan Media Informasi

G.          Organisasi Buruh Internasional
Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation) adalah sebuah wadah yang menampung isu buruh Internasional di bawah Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).
Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organisation, ILO) didirikan pada tahun 1919 sebagai bagian Pesetujuan Versailles setelah Perang Dunia I. Organisasi ini menjadi bagian PBB setelah pembubaran LBB dan pembentukan PBB pada akhir Perang Dunia II.
ILO merupakan agen khusus tertua yang ada dalam PBB. Sama seperti agen khusus lainnya, ILO memiliki undang – undang dasarnya sendiri, anggota beserta badan pengawas, anggaran serta staf, dan bekerja di bidang – bidang tertentu yang menjadi perhatian bersama dengan PBB. Sistem pengawasan yang digunakan oleh ILO sejalan dengan beberapa sistem pengawasan yang diciptakan oleh beberapa instrumen Hak Asasi Manusia PBB, seperti Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial dan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.
ILO juga terlibat dalam pertemuan – pertemuan PBB yang berkaitan dengan isu – isu masyarakat adat, termasuk Kelompok Kerja untuk Masyarakat Adat, Komisi Hak Asasi Manusia dan sub – Komisi untuk Promosi dan Perlindungan Hak – Hak Asasi Manusia.
1.      Struktur ILO
Struktur ILO paling unik diantara sistem lainnya yang ada di bawah PBB. ILO merupakan satu – satunya organisasi internasional yang terdiri dari pemerintah, para wakil buruh / pekerja dan majikan / pengusaha dalam semua kegiatannya.
Sistem tripartit memungkinkan wakil – wakil organisasi majikan / pengusaha dan buruh / pekerja untuk ikut terlibat dalam semua diskusi, proses pertimbangan dan pengambilan keputusan ILO dalam kedudukan yang setara dengan wakil – wakil pemerintah.

2.      Pelaksana ILO
Badan Pekerja adalah badan pelaksana ILO. Badan tersebut bertemu tiga kali dalam setahun di Jenewa yaitu pada bulan Maret, Juni (setelah pertemuan ILC) dan November. Sama halnya dengan ILO dan ILC, Badan Pekerja pun memiliki struktur tripartit yang terdiri 56 anggota penuh (28 orang wakil dari pemerintah, 14 orang wakil majikan / pengusaha, dan 14 orang wakil buruh / pekerja) dan 66 anggota deputi (28 orang wakil pemerintah, 19 orang wakil majikan / pengusaha, dan 19 orang wakil buruh / pekerja).
Kantor Buruh Internasional di Jenewa adalah sekretariat tetap ILO. Kantor ini bertugas menyiapkan berbagai dokumen dan laporan yang digunakan dalam konferensi dan pertemuan – pertemuan ILO, seperti Laporan Umum Komite Ahli Pelaksanaan Standar, Laporan Kepada Badan Pekerja dan komite – komite lainnya, dan lain – lain. Selain itu, kantor ini juga menjalankan program kerjasama teknis yang mendukung kerja – kerja berdasarkan standar ILO. Dalam kantor tersebut, terdapat departemen yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menyangkut standar buruh internasional, juga terdapat departemen yang bertanggung jawab atas kegiatan – kegiatan buruh / pekerja dan majikan / pengusaha.
3.      Tugas dan Sistem Pengawasan ILO
Dengan deklarasi Philadelphia 1944 organisasi ini menetapkan tujuannya. ILO bertanggung jawab menyelenggarakan pertemuan PBB tahunan antar institusi membahas isu – isu masyarakat adat yang diselenggarakan di Jenewa. ILO memiliki mandat antara lain mengembangkan dan menyusun standar buruh internasional untuk memperbaiki kondisi hidup dan kondisi kerja manusia di dunia.
Standar tersebut dituangkan dalam berbagai Konvensi dan Rekomendasi yang kemudian standar internasional minimal yang terkait dengan masalah – masalah pekerjaan, misalnya :
1.      Hak – hak dasar di tempat kerja
2.      Hak untuk bebas dari diskriminasi
3.      Hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama
4.      Penghapusan tenaga kerja anak
5.      Penghapusan tenaga kerja paksa
6.      Hak untuk bebas berkumpul dan berserikat, dan lain – lain
Jika suatu pemerintah meratifikasi Konvensi ILO tersebut, maka Konvensi tersebut bersifat mengikat secara hokum pada Negara bersangkutan.
Rekomendasi – rekomendasi seringkali melengkapi Konvensi dengan menjadi lampiran bagi ketentuan – ketentuan Konvensi dan dengan menetapkan rincian petunjuk pelaksanaan Konvensi. Rekomendasi tersebut bukan merupakan suatu kesepakatan internasional, tetapi merupakan panduan yang tidak mengikat untuk pengembangan dan penerapan kebijakan dan pelaksanaan di tingkat nasional.
Selain menyusun standar buruh internasional, ILO juga mengawasi perilaku negara – negara anggota yang meratifikasi Konvensi ILO dalam melaksanakan isi Konvensi baik secara hukum maupun dalam paktik. Berdasarkan pasal 22 dari Konstitusi ILO, setiap negara anggota harus memberikan laporan berkala kepada Kantor Buruh Internasional mengenai pelaksanaan Konvensi yang diratifikasi menjelaskan langkah – langkah yang telah diambil untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi tersebut.
Komite Para Ahli Aplikasi Konvensi dan Rekomendasi ILO kemudian memeriksa laporan-laporan tersebut. Komite ini terdiri dari 20 orang juri independen yang berasal dari berbagai belahan dunia. Komite bertemu sekali dalam setahun di Jenewa untuk menganalisa penerapan-penerapan Konvensi. Komite kemudian mengirimkan komentar tertulis mengenai temuan-temuan komite atas laporan kepada negara asal. Komentar tersebut dapat berupa pertanyaan langsung atau hasil pengamatan. Pertanyaan langsung umumnya meminta informasi lebih lanjut untuk hal-hal tertentu yang dikirimkan langsung ke pemerintah bersangkutan dan pertanyaan tersebut tidak dipublikasikan. Hasil pengamatan juga dapat berisi permintaan informasi, tetapi secara mendasar lebih sering digunakan untuk memaparkan hasil – hasil temuan dan rekomendasi Komite serta pernyataan-pernyataan dari organisasi pekerja dan organisasi majikan. Hasil pengamatan Komite tersebut dipublikasikan dalam laporan tahunan Komite, yang kemudian dibahas Komite untuk Aplikasi Standar dalam Konferensi tahunan Buruh Internasional.
Komite Para Ahli ILO juga mendorong negara-negara pihak untuk mengembangkan mekanisme yang layak untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adat dalam implementasi Konvensi.

4.      Prosedur Pengaduan ILO
Sistem pengawasan ILO tidak menyediakan kesempatan untuk menyampaikan pengaduan oleh individu atau LSM secara umum, termasuk organisasi masyarakat adat. Namun demikian, sistem pengawasan ILO memiliki prosedur pengaduan yang dapat digunakan oleh pekerja atau serikat pekerja sebagai wakil organisasi masyarakat adat atau komunitas atau individu masyarakat adat.
Pasal 24 Konstitusi ILO memberikan kesempatan organisasi pekerja atau buruh tingkat nasional maupun internasional untuk mengajukan laporan yang biasa disebut “gambaran atau istilah resminya representation” kepada ILO dengan argumen bahwa negara anggota telah gagal atau tidak mampu memenuhi pelaksanaan Konvensi yang telah diratifikasi. Jika representation tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam pasal 24, maka Badan Pekerja ILO akan menerima laporan tersebut dan menugaskan komite tripartit untuk memeriksa ”gambaran atau representation” tersebut. Pemerintah yang bersangkutan akan mendapat satu salinan laporan tersebut dan mendapat kesempatan untuk membantah pernyataan yang ada didalamnya. Setelah memeriksa laporan dengan seksama, maka komite tripartit menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Badan Pekerja untuk diadopsi.
Secara umum, hasil pemeriksaan tersebut berisi berbagai kesimpulan dan rekomendasi komite. Jika komite memutuskan tidak ditemukan masalah berarti menyangkut pelaksanaan Konvensi, maka biasanya komite meminta pemerintah mengambil tindakan-tindakan khusus untuk mengatasi masalah yang ada. Selain itu, Badan Pekerja dapat meminta Komite Para Ahli untuk mengawasi situasi dan tindak lanjut dari masalah yang ada untuk memastikan bahwa pemerintah sungguh-sungguh mengambil langkah-langkah yang telah direkomendasikan oleh komite tripartit.
Sampai dengan awal 2001, pasal 24 mengenai representation atas pelaksanaan Konvensi No. 169 telah disampaikan untuk melaporkan negara-negara Bolivia, Columbia, Denmark, Ekuador, Meksiko, dan Peru.
Masyarakat adat dan bangsa pribumi juga dapat mengangkat isu mereka untuk mendapat perhatian ILO dengan mengirimkan informasi kelalaian negara dalam melaksanakan kewajiban, sebagaimana yang terdapat dalam Konvensi, langsung ke Kantor Buruh Internasional di Jenewa. Informasi tersebut akan dimasukkan dalam file negara dan Komite Para Ahli akan membahasnya pada pertemuan tahunan Komite.

5.      ILO, Masyarakat Adat, dan Bangsa – Bangsa Pribumi
ILO adalah badan internasional pertama yang mencoba menangani isu masyarakat adat secara komprehensif. ILO telah bekerja untuk melindungi dan mempromosikan hak – hak masyarakat adat dan bangsa – bangsa pribumi sejak tahun 1920. Kegiatan – kegiatan ILO yang menyangkut masyarakat adat dan bangsa – bangsa pribumi dapat dikelompokkan dalam dua area kegiatan, yaitu promosi dan pengawasan Konvensi menyangkut masyarakat adat dan bangsa – bangsa pribumi; dan program – program bantuan teknis untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat adat dan bangsa – bangsa pribumi.
ILO hanya bertanggung jawab atas dua instrumen internasional yang secara sangat khusus menyangkut masyarakat adat dan bangsa-bangsa pribumi, yaitu : Konvensi Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat (Indigenous and Tribal Populations Convention) Tahun 1957 No 107, dan Konvensi Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat Tahun 1989 No 169.
Konvensi No 107 saat ini sudah ditutup untuk ratifikasi, tetapi tetap berlaku bagi negara-negara yang telah meratifikasinya walaupun belum meratifikasi Konvensi No. 169. Sejak 1 Januari 2001, 14 negara anggota telah meratifikasi Konvensi 169 sementara banyak Negara sedang mempertimbangkan untuk meratifikasinya. Kedua konvensi ILO tersebut memberikan standar minimal bagi hak sipil, politik, sosial, ekonomi bangsa pribumi dan masyarakat adat. Konvensi tersebut juga bersifat mengikat bagi negara anggota yang sudah meratifikasi.
Konvensi ILO nomor 157 disahkan pada 1957. Konvensi ini merupakan instrumen internasional pertama dan yang secara lengkap menjabarkan hak-hak bangsa pribumi dan masyarakat adat, serta kewajiban-kewajiban negara yang meratifikasi konvensi terhadap kelompok masyarakat ini. Konvensi Nomor 157 membuat terobosan baru dari konvensi-konvensi sebelumnya dengan menggunakan bahasa yang tegas dan ekspresif. Salah satu contoh adalah Pasal 1 (1) (a) dimana masyarakat adat dan bangsa pribumi disebutkan sebagai “less advanced atau terbelakang” dan mengusulkan pendekatan asimilasi.
Sejak Konvensi Nomor 157 disahkan pada 1957, sampai dengan 1986, kelemahan pendekatan yang digunakan dalam Konvensi tersebut menimbulkan keinginan untuk merevisinya. Pada 1988 dan 1989, ILO membuat draft Konvensi baru yaitu Konvensi Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat (Nomor 169). Sama seperti Konvensi sebelumnya, Konvensi Nomor 169 menjabarkan hak-hak bangsa pribumi dan masyarakat adat serta kewajiban-kewajiban negara yang meratifikasi konvensi tersebut kepada mereka.. Konvensi Nomor 169 menggunakan pendekatan penghormatan kepada budaya dan institusi-institusi masyarakat adat. Konvensi ini juga beranggapan bahwa hak-hak mereka tetap diakui di dalam kehidupan masyarakat luas di negara mereka tinggal, dapat membentuk institusinya sendiri dan menentukan tahapan pembangunan yang mereka inginkan. Konvensi ini juga menghimbau para pemerintah untuk melakukan konsultasi dengan masyarakat adat dalam mengambil kebijakan dan melakukan tindakan berdampak langsung kepada masyarakat adat, memberikan kepada masyarakat adat hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kebijakan atau program yang terkait dengan mereka.
Beberapa ketentuan penting yang ada di dalam Konvensi Nomor 169 antara lain sebagai berikut :
·         Pasal 4: mengharuskan negara yang meratifikasi konvensi ini untuk mengambil tindakan-tindakan khusus untuk menjaga keselamatan individu, institusi, properti, buruh, budaya dan lingkungan bangsa pribumi dan masyarakat adat.
·         Pasal 5: menetapkan bahwa, dalam melaksanakan Konvensi tersebut, negara pihak (yaitu negara yang telah meratifikasi) harus menghargai dan melindungi nilai-nilai sosial, budaya, religi dan spiritual yang dimiliki oleh bangsa pribumi dan masyarakat adat, dan menghargai integritas dari institusi, praktek dan nilai-nilai bangsa pribumi dan masyarakat adat.
·         Pasal 6: mengharuskan agar negara melakukan konsultasi dengan bangsa pribumi dan masyarakat adat melalui prosedur yang layak, terutama melalui kelembagaan mereka miliki, manakala langkah-langkah legislatif atau administratif yang dapat memberi dampak kepada mereka sedang dalam pertimbangan untuk ditetapkan dan menetapkan bahwa negara harus menetapkan kelengkapan yang diperlukan kepada mereka untuk dapat mengembangkan institusinya sendiri.
·         Pasal 7: menetapkan hak bangsa pribumi dan masyarakat adat untuk menentukan prioritasnya sendiri dalam proses pembangunan dan memiliki kontrol atas pembangunan ekonomi, sosial dan budayanya sendiri, serta menetapkan kewajiban negara pihak untuk mengambil tindakan untuk melindungi dan melestarikan lingkungan dan teritori bangsa pribumi dan masyarakat adat.
·         Pasal 8: mengharuskan pemerintah untuk mempertimbangkan adat kebiasaan dan hukum adat bangsa pribumi dan masyarakat adat ketika menerapkan hukum dan peraturan negara kepada mereka.
·         Pasal 13: mengharuskan pemerintah untuk menghormati pentingnya budaya dan nilai – nilai spiritual bangsa pribumi dan masyarakat adat dalam hubungan mereka dengan tanah atau wilayah tempat mereka tinggal.
·         Pasal 14: menetapkan bahwa negara pihak harus mengakui hak-hak kepemilikan dan kepunyaan bangsa pribumi dan masyarakat adat atas tanah yang secara tradisional telah mereka tempati, dan negara menetapkan prosedur yang sesuai di dalam sistem hukumnya untuk menyelesaikan klaim-klaim tanah yang disampaikan oleh bangsa pribumi dan masyarakat adat.
Standar yang terdapat dalam Konvensi ILO Nomor 169 menetapkan kerangka dasar untuk perlindungan bangsa pribumi dan masyarakat adat di bawah hokum internasional. Banyak organisasi internasional, seperti Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dan Bank Dunia (The World Bank), mengacu kepada Konvensi Nomor 169 pada saat mereka menyusun kebijakan atau program yang mempengaruhi masyarakat adat. Meskipun Konvensi ILO Nomor 169 menetapkan hak-hak dasar bangsa pribumi dan masyarakat adat, dalam banyak hal Konvensi tersebut juga menetapkan kewajiban-kewajiban dasar bagi negara. Konvensi memberikan kebebasan bagi negara yang meratifikasi untuk menentukan sendiri tindakan-tindakan yang harus diambil dan membuat standar internasional minimal, yang tidak bertentangan dengan Konvensi ILO lainnya. Banyak ketentuan – ketentuan dalam Konvensi menggunakan istilah “yang layak’, “sebagaimana dibutuhkan”, “jika dapat dilaksanakan”, atau “sedapat mungkin”. Istilah-istilah ini memberikan fleksibilitas .Namun beberapa kritik mengatakan bahwa istilah tersebut juga dapat memberikan efek membatasi atau membuka ruang yang kabur bagi negara untuk melaksanakan kewajiban sesuai konvensi yang telah diratifikasi
Sejalan dengan bertambahnya jumlah negara yang meratifikasi konvensi tersebut, penerimaan atas standar internasional yang terdapat dalam Konvensi tersebut juga meningkat. Terdapat sejumlah negara yang saat ini dalam proses untuk meratifikasi atau sedang mempertimbangkan Konvensi tersebut.
Instrumen ILO lainnya yang terkait dengan situasi bangsa pribumi dan masyarakat adat, adalah:
·         Konvensi Tenaga Buruh Paksa atau The Forced Labour Convention, 1930 (No.29), yang melarang penggunaan kekerasan atau paksaan untuk buruh atau pekerja.
·         Konvensi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) atau The Discrimination Convention (Employment and Occupation), 1958 (No. 111), yang menetapkan prinsip kesempatan dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan dan jabatan, dan melarang diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pendapat politik, asal-usul kebangsaan dan latar belakang social.
·         Konvensi Organisasi Pekerja Pedesaan atau The Rural Worker’s Organization Convention, 1975 (No. 141), yang menetapkan hak-hak pekerja di pedesaan untuk membentuk organisasi dan bergabung dengan organisasi yang mereka inginkan.
·         Konvensi Pengembangan Sumber Daya Manusia atau The Human Resource Development Convention, 1975 (No.142), yang mempromosikan bimbingan untuk kejuruan dan pelatihan.
·         Konvensi Perkebunan atau The Plantation Convention, 1958 (No 110) yang mengatur penerimaan pekerja di perkebunan dan mencakup masalah-masalah upah, perawatan kesehatan, perumahan, perlindungan terhadap pekerja hamil
BAB III
PENUTUP

A.          KESIMPULAN
Gerakan buruh merupakan istilah yang digunakan secara luas untuk menjelaskan dinamika organisasi kolektif para pekerja atau buruh dalam rangka menuntut perbaikan nasib mereka kepada majikan (pengusaha) dan kebijakan-kebijakan perburuhan yang pro-buruh dan adil.
Pergerakan buruh mencakup semua aksi perjuangan kaum buruh dalam menghentikan tekanan kapitalis dan eksploitasi. Pergerakan ini bertujuan untuk membuang dan menghancurkan sistem sosial lama yang menindas dan menghisap, dimana dibangun sistem sosial baru yang kelas pekerja menjadi pemilik alat-alat produksi dan mengarahkan ekonomi, politik dan budaya nasional ke arah yang lebih baik. Untuk menyadari tujuan dari pergerakan buruh, serikat buruh asli harus diperkuat oleh para anggotanya [para buruh] para buruh harus bergerak menuntut perbaikan dibidang ekonomi dan politik bersama-sama dengan kelas dan sektor rakyat lainnya dalam masyarakat—dimana selanjutnya harus melancarkan aksi politik.
Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Tenaga Kerja tahun 2003 no 17,serikat buruh/serikat pekerja merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Fungsi serikat buruh/serikat pekerja Sesuai dengan pasal 102 UU Tenaga Kerja tahun 2003, dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

B.           SARAN
·         Semoga setelah membaca makalah kami dapat memberikan banyak mamfaat pengetahuan dan pemahaman kita tentang “gerakan buruh dan serikat buruh”.
·         Dengan adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh hendaknya dapat membawa dampak yang positif bagi hak-hak pekerja mengingat dalam kasus perburuhan yang ada sering ditemukan kurangnya keperpihakan kepada buruh karena lemahnya perlindungan dari pemerintah


















DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh.
Indonesia. Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
Indonesia. Wawancara dengan Meirhaq Kifly – Federasi Kikes (KSBSI)
 APINDO [http://apindo.or.id/]
 http://infogsbi.blogspot.com/
http://melthina.blogspot.com/2011/01/organisasi-buruh-tugas-mata-kuliah-k3.html


Pertanyaan seputar E-commerce

Adapun ke-sepuluh (10) pertanyaan yang sering kali ditanyakan tentang e-commerce adalah: Apakah e-commerce (e-dagang)? (what is e...